Powered By Blogger

Rabu, 04 Januari 2012

makalah tanggapan terhadap statement : "poor is sin"

POOR IS SIN?
APAKAH MISKIN ITU DOSA?
  1. PENDAHULUAN

setiap orang Kristen yang percaya pasti pernah  mendengar nama-nama besar seperti Abraham, Ayub, dan Yusuf. Nama-nama tadi telah begitu  legendaris! Ketiga orang tadi menjadi besar dan sangat terkenal karena mereka kecuali memiliki iman yang teguh juga diberkati dengan kekayaan dan kehormatan.

"Abraham sudah tua sekali, dan ia diberkati Tuhan dalam segala hal" (Kejadian 24:1 BIS).

"Ayub diberkati Tuhan dengan lebih berlimpah dalam sisa hidupnya …" (Ayub 42:12 BIS).

Lalu diberikannya kepada Yusuf kereta kerajaan yang kedua untuk kendaraannya, dan pengawal kehormatan raja berjalan di depan kereta …. Demikianlah Yusuf diangkat menjadi gubernur seluruh Mesir …" (Kejadian 42:43 BIS).

Siapa yang dapat melupakan Mazmur 23 yang begitu indah?

"Tuhan seperti seorang gembala bagiku, aku tidak kekurangan" (Mazmur 23:1 BIS).

Dan gembala yang baik, Tuhan Yesus, menggarisbawahi kebenaran kesaksian Daud tadi: "Tetapi aku datang supaya manusia mendapat hidup berlimpah-limpah" (Yohanes 10:10).

Jika kita  memperhatikan formulasi sumpah yang harus diucapkan (terlebih dahulu) oleh setiap orang entahkah ia si terdakwa atau seorang saksi atau saksi ahli dalam ruang persidangan pengadilan, kita akan dipaksa untuk merenungkan maknanya yang dalam, khususnya implikasinya!

"Aku bersumpah (berjanji) untuk menyampaikan kebenaran, seluruh kebenaran, tidak yang lain kecuali yang benar!"

Mengapa harus demikian bertele-tele? Seandainya seseorang dalam memberikan kesaksian atau pertanggungjawaban dalam sidang pengadilan tidak berkata benar, jelas akan menyesatkan hakim dalam menarik kesimpulan. Tetapi seandainya ia sudah menyampaikan kebenaran, tetapi ada sebagian kebenaran yang dengan sadar dan sengaja disembunyikan, maka kebenaran yang telah disampaikan tadi menjadi kurang benar karena tidak lengkap!

Itulah sebabnya, walaupun sudah bersumpah (berjanji), baik jaksa maupun pembela, berkewajiban untuk berupaya sedemikian rupa sehingga terkorek segala sesuatu termasuk hal-hal yang mungkin kedengarannya sangat sepele oleh telinga awam agar kebenaran yang penuh dan utuh dapat diketahui bersama sebelum vonis dijatuhkan!

Bukan hanya sampai di situ. Makin pelik permasalahannnya, maka proses untuk mencari kebenaran akan makin teliti dan hati-hati. Berbagai saksi akan diusahakan agar dapat membantu hakim. Bila perlu saksi ahli dari berbagai kepakaran yang bersangkutan! Dan setiap saksi diwajibkan untuk memberikan hanya yang benar, seluruh kebenaran, tidak yang lain kecuali hanya yang benar saja!

begitu juga dalam hidup ini ada banyak hal yang ganjil. Betapapun manusia sudah makin pandai, namun toh manusia cenderung menyederhanakan banyak hal, kalau boleh malah segala sesuatu! Dalam menghadapi berbagai masalah yang dapat dikategorikan sebagai misteri kehidupan, kita tergoda untuk membuat rumus yang mudah dan praktis. Termasuk masalah-masalah imani.

Apabila seseorang mangalami sesuatu, kemudian ada orang lain mengalami yang sama, maka setelah keduanya bertemu dan bertukar pengalaman, godaannya ialah bahwa orang lain harus juga demikian. Salah satu akibatnya lahirlah "Kaidah-kaidah imani" yang dianggap telah teruji kebenarannya dan didukung oleh pengalaman!

Tidak jarang iman manusia bukannya menjadi makin diteguhkan, sebaliknya sempat terjadi kegamangan dan keragu-raguan. Masalah iman memang tidak dapat dilepaskan dari pengalaman. Dan memang tidak boleh disangkal bahwa pengalaman seseorang (atau beberapa orang) itu nyata dan perlu, tetapi janganlah lalu membuat kesimpulan bahwa karena sepuluh atau dua puluh satu orang mempunyai pengalaman yang sama atau mirip, lalu semuanya harus begitu!

Pengalaman memang penting. Pengalaman memang menjadi bagian yang tidak boleh dipisahkan dari apa yang diyakini. Tetapi kalau hanya pengalaman saja yang dijadikan patokan, itu akan menjadi subjektif; cepat atau lambat akan menjadi terkecoh dan kecewa apabila ternyata pengalaman berbeda.

Alangkah baiknya apabila apa yang dialami oleh Abraham, Ayub, dan Yusuf juga dialami semua orang! Mereka beriman dan mereka diberkati dengan berkelimpahan, lalu kalau orang beriman, dia pun pasti hidup dalam kelimpahan! Betapa mudah dan praktisnya hidup iman itu, semudah rumusan aritmatika, rumus perhitungan. Dua ditambah dua pasti empat! Merah dicampur putih pasti menjadi merah muda!

Kita tahu bahwa kita hidup di masyarakat yang sangat majemuk. Tidak semua orang memiliki iman dan keyakinan yang sama dengan kita. Karena kita juga bergaul dengan orang lain, jelas kita juga mendengar dan melihat orang lain pula. Dan kadang-kadang kita juga membanding-bandingkan diri kita dengan mereka. Dalam konteks pergaulan tadi.
Ada orang, dan banyak orang yang tidak percaya kepada Yesus sebagai Anak Allah dan Juruselamat. Mereka terang-terangan menyembah berhala. Mereka mempunyai ilah-ilah mereka. Mereka memberi korban kepada ilah-ilah mereka. Dan mereka menjadi kaya raya! Bukan hanya itu. Kalau mau jujur, sering kali hidup mereka malah "lebih berhasil dan lebih makmur" daripada orang yang percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat.

Kalau orang kafir, karena kepercayaan mereka dan keyakinan mereka diberkati oleh dewa atau ilah mereka, masakan Tuhan yang penuh kasih dan Mahakuasa tidak akan (lebih) memberkati hidup orang percaya? Nah, ada kemiripan bahkan kesamaan bukan? Mengapa orang percaya tidak boleh menyimpulkan bahwa masalah kekayaan dan iman itu berkaitan sangat erat, sejelas, dan semudah rumus: 2+2=4? Kalalu dewa dan ilah-ilah bisa memberkati para penganut mereka (Matius 4:8,9 dan Lukas 4:5-7), mengapa Tuhan tidak? Teorinya: karena Tuhan begitu Mahakuasa dan Mahakasih, justru pasti lebih daripada apa yang dapat diterima oleh orang lain, bukan?

Apalagi  banyak ayat Alkitab yang sangat mendukung kebenaran tadi? 1 Raja-raja, 2 Raja-raja, 1 Tawarikh, dan 2 Tawarikh, banyak bersaksi tentang kebenaran yang satu ini. Raja-raja yang takut akan Tuhan, yang berupaya untuk hidup serta memerintah sesuai dengan kehendak Allah, pasti diberkati.

Walaupun menghadapi musuh yang jauh lebih besar jumlahnya dan jauh lebih perkasa, pasti akan menang karena Tuhan sendirilah yang melawan musuh mereka. Tetapi apabila raja-raja tadi memalingkan diri dari Allah, mereka dihukum. Lalu apa salahnya apabila menyimpulkan bahwa "barangsiapa takut akan Allah pasti diberkati dan yang berdosa (murtad) pasti akan dihukum?"

"Dan TUHAN menyertai Yosafat, karena ia hidup mengikuti jejak yang dahulu dari Daud, Bapa leluhurnya, dan tidak mencari Baal-baal …. Oleh sebab itu TUHAN mengokohkan kerajaan yang ada di bawah kekuasaannya … sehingga ia menjadi kaya dan terhormat (2 Tawarikh 17:3-6).

"Ia (Uzia) mencari Allah selama hidup Zakharia, yang mengajarnya supaya takut akan Allah. Dan selama ia mencari TUHAN, Allah membuat segala usahanya berhasil" (2 Tawarikh 26:5).
"Setelah ia (Uzia) menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada TUHAN, Allahnya …."

Kalau kesimpulan tadi benar, dan dikuatkan oleh ayat-ayat Alkitab, maka dapat pula dimengerti apabila kesimpulan selanjutnya tinggal maju selangkah lagi: barangsiapa hidup berkelimpahan pasti imannya teguh, sedangkan yang melarat … pasti kurang beriman atau kemungkinan ada dosa atau kesalahan yang "tersembunyi" sehingga mereka dihukum Tuhan.

umat Tuhan harus berhati-hati agar tidak memiliki mentalitas "membuat dan menerima" Alkitab itu sendiri. Memang ayat-ayat di atas benar, dan masih banyak lainnya yang serupa dengan itu. Tetapi Alkitab kan bukan hanya berisi yang demikian! Alkitab kita jauh lebih tebal daripada hanya koleksi ayat-ayat yang baik yang disenangi atau yang menguntungkan! Umat Tuhan harus menerima Alkitab secara utuh!

"Pikiranku bukan pikiranmu, dan jalanku bukan jalanmu. Setinggi langit di atas bumi, setinggi itulah pikiranku di atas pikiranmu, dan jalanku di atas jalanmu."

Sering kali orang percaya lupa salah satu kebenaran yang mendasar tadi. Dalam banyak hal, kekerdilan itu, sering kali mengakibatkan "pengkerdilan" Allah yang diajarkan Alkitab. Allah yang mahabesar dan mahabijak nyaris dirumuskan dalam bentuk berbagai "kapsul" rohani yang mungil yang mudah  dibawa ke mana-mana!
B.     Dua Sisi Mata Uang

Kita barangkali pernah mendengar istilah "dua muka dari satu lembar (mata) uang." Adalah kesalahan fatal apabila kita menganggap uang kita hanya memiliki satu muka saja. Masalahnya menjadi lebih kompleks apabila kita perhatikan bahwa satuan (denominasi) uang kita bahkan lebih dari hanya satu macam.

Kembali kepada ketiga tokoh Perjanjian Lama: Abraham, Ayub, dan Yusuf. Memang mereka kaya raya dan terhormat. Tetapi kehidupan mereka tidak selalu mulus! Kalau kemulusan, kebahagiaan, dan kekayaan selalu dikaitkan dengan iman yang kuat dan hidup yang benar, betapa kelirunya kita. (Di dunia ini kita tahu bahwa ada banyak orang yang tidak benar tetapi hidupnya berkelimpahan dengan harta kekayaan!).

Abraham pernah mengalami kesukaran ketika paceklik merajalela sehingga dia harus membawa Sarah mengungsi ke Mesir maupun ke Gerar. Yusuf masuk ke penjara bukan karena mencuri atau membunuh, tetapi sebaliknya justru karena ia mau hidup benar! Kesalahan teman-teman Ayub yang paling mendasar adalah justru karena mereka sok serampangan menyimpulkan bahwa penderitaan Ayub dan kemiskinannya disebabkan karena Ayub telah melakukan dosa dan sebagainya.

sebagai umat Tuhan sudah seharusnya waspada agar jangan sampai membuat "dogma" maupun "doktrin" yang mengajarkan bahwa kekayaan karena hidup benar, sebaliknya kemiskinan karena akibat dosa! Janganlah seorang pun secara sembrono menyimpulkan bahwa diri sendiri benar karena  tahu dan mengalami "kebenaran" yang hanya sepihak saja!

      C. Apakah Miskin itu Karena Dosa?

Jawabnya bisa ya dan bisa juga tidak! Tergantung berbagai faktor!
Kemiskinan memang dapat diakibatkan karena dosa! Misalnya saja: Karena akibat dosalah orang menjadi makin egoistis dan tidak berlaku adil! Ada orang kaya (memangnya sudah kaya karena warisan orangtua), karena memiliki berbagai kemudahan: modal, sarana, kedudukan, koneksi, dan peluang maka ia relatif menjadi lebih mudah untuk mendapatkan kesempatan untuk lebih maju.

Orang-orang semacam ini sering kali kurang peduli terhadap orang lain. Yang diutamakan adalah terus menjadi lebih kaya, lebih berhasil, dan lebih sukses. Sebagai salah satu akibatnya, dan bahkan dihancurkan. Coba renungkan Amos 4:1, 5:11, 8:4-6, cf. Ibrani 10:34, Yakobus 2:6! Baca juga Yakobus 5:4! Contoh yang cukup klasik adalah Raja Ahab yang didukung oleh kelicikan istrinya Izebel (bahkan memakai dalih agama!) merebut kebun anggur Nabot (1 Raja-raja 21).

Ada juga orang yang "bertangan dingin." Apa pun yang diusahakan berhasil! Herannya, bukannya dia berterima kasih kepada Tuhan yang membuat dia berhasil, sebaliknya karena sistem ekonomi yang mendukungnya (misalnya kapitalistis), rejeki orang lain dimakan juga. Jenis orang ini mengerjakan segala sesuatu: dari jual makanan basah sampai sederetan toko serba ada! Apa pun yang dikerjakan, pokoknya "halal!" ada juga beberapa praktik para konglomerat yang kerjanya halal tetapi membuat proses pemiskinan! Kata sementara orang, konglomerat itu "kongkon wong cilik" (tambah) mlarat!

Sebaliknya, miskin tidak selalu dan bukan karena dosa. Antara lain: ada juga sistem atau isme (paham) yang dapat membuat sebagian besar (bahkan nyaris semua rakyat) menjadi miskin. Pernahkah  mendengar tentang negara-negara komunis? Semuanya hancur! Kalau masih ada yang tetap bertahan, kondisinya sedang sekarat, misalnya Kuba (sampai-sampai mengekspor pengungsi puluhan ribu!).

Ada juga contoh lain; walaupun sistem komunisme tidak diberlakukan, bahkan pasar bebas sudah dikembangkan, apabila praktik monopoli tidak diberantas, di tengah-tengah berbagai macam kemajuan, pasti akan terjadi proses pemiskinan. Jurang antara kaya dan miskin akan kian menganga!

Di negara ini sering kali banyak terjadi kejutan. Bagaimana mungkin di masa TMP (Tight Money Policy/Kebijakan Pengetatan Kredit) bisa terjadi berbagai kasus kebobolan milyaran rupiah? Anehnya pada beberapa Bank Pemerintah lagi! Kolusi dengan para penguasa memang menghadirkan OKB (orang kaya baru), tetapi mencelakakan rakyat banyak yang walaupun jujur tetapi tidak akan mendapat kesempatan! Yang terakhir ini walau tidak "berdosa" tidak akan berhasil! Malah, salah-salah, sawahnya yang sudah kecil hanya dibeli dengan harga Rp15,00 per meter persegi untuk disulap menjadi lapangan golf yang aduhai!

Jangan lupa ada juga orang yang menjadi miskin karena bencana, khususnya bencana alam yang dahsyat. Tadinya walaupun tidak terlalu kaya toh masih mampu untuk menghidupi keluarga, bahkan masih dapat menabung sedikit-sedikit. Tetapi bencana Tsunami menggilas segala-galanya. Rumah, harta benda, alat-alat untuk mencari nafkah musnah semua, bahkan kematian pun merenggut pencari nafkahnya. Ada juga malah yang karena letak geografinya sangat kurang beruntung. Bangladesh menjadi pelanggan angin topan yang menghancurkan hasil jerih lelah penduduk! Juga beberapa daerah di gurun Sahara. (Bandingkan dengan Kejadian 41-43).

Ada juga kemiskinan yang karena kemalasan! Alkitab banyak berbicara tentang penyakit yang satu ini! Bahkan para pemalas diminta agar belajar dari semut! Bacalah Amsal 6:6-1; 26:13-16; 30:25; bandingkan dengan Matius 25:25-30!

Ada juga yang disebabkan karena hidup yang boros dan berfoya-foya. Tidak perlu bekerja berat tetapi menikmati hidup mewah! Siapa pun tahu bahwa kalau pengeluaran lebih banyak dari pemasukan, pasti tidak akan pernah maju malah bangkrut! (Lukas 15:13,14).

Di tengah derasnya arus materialisme, di mana tidak sedikit orang yang beriman juga ikut tergoda, kita sebagai orang percaya perlu diingatkan oleh beberapa ayat di bawah ini:

"Memang agama (beriman dengan benar) memberikan keuntungan yang besar, kalau orang puas dengan apa yang dipunyainya …. Jadi, kalau ada makanan dan pakaian, itu sudah cukup. Tetapi orang yang mau menjadi kaya, tergoda, dan terjerat oleh bermacam-macam keinginan yang bodoh dan yang merusak. Keinginan-keinginan itu membuat orang menjadi hancur dan celaka. Sebab dari cinta akan uang, timbul segala macam kejahatan. Ada sebagian orang yang mengejar uang sehingga sudah tidak menuruti lagi ajaran Kristen, lalu mereka tertimpa banyak penderitaan yang menghancurkan hati mereka" (1 Timotius 6:6-10).

"Kepada orang-orang yang kaya di dunia ini, hendaklah engkau minta supaya mereka jangan sombong dan jangan berharap kepada barang-barang yang tidak tetap seperti halnya kekayaan. Mereka harus berharap kepada Allah yang memberikan segala sesuatu kepada kita dengan berlimpah supaya kita menikmatinya. Mintalah kepada mereka untuk menunjukkan kebaikan, untuk banyak melakukan hal-hal yang baik, murah hati, dan suka memberi. Dengan demikian mereka mengumpulkan harta yang menjadi modal yang baik untuk masa yang akan datang (1 Timotius 6:17-19).

"Janganlah mengumpulkan harta untuk dirimu di dunia, di mana rayap dan karat dapat merusaknya dan pencuri dapat mencurinya. Sebaliknya, kumpulkanlah harta di surga, di mana rayap dan karat tidak merusaknya, dan pencuri tidak datang mencurinya. Karena di mana hartamu, di situ juga hatimu!" (Matius 6:19-21).

"Hati-hatilah dan waspadalah, jangan sampai kalian serakah. Sebab hidup manusia tidak tergantung dari kekayaannya, walaupun hartanya berlimpah-limpah" (Lukas 12:15).
Jadi dapat disimpulkan bahwa miskin bukan semata-mata karena dosa, tetapi banyak factor yang dapat menyebabkannya. Dosa memang membuat miskin secara rohani tetapi secara financial tidak dapat dikatakan hanya karena dosa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar