Powered By Blogger

Rabu, 04 Januari 2012

makalah tanggapan terhadap statement : "poor is sin"

POOR IS SIN?
APAKAH MISKIN ITU DOSA?
  1. PENDAHULUAN

setiap orang Kristen yang percaya pasti pernah  mendengar nama-nama besar seperti Abraham, Ayub, dan Yusuf. Nama-nama tadi telah begitu  legendaris! Ketiga orang tadi menjadi besar dan sangat terkenal karena mereka kecuali memiliki iman yang teguh juga diberkati dengan kekayaan dan kehormatan.

"Abraham sudah tua sekali, dan ia diberkati Tuhan dalam segala hal" (Kejadian 24:1 BIS).

"Ayub diberkati Tuhan dengan lebih berlimpah dalam sisa hidupnya …" (Ayub 42:12 BIS).

Lalu diberikannya kepada Yusuf kereta kerajaan yang kedua untuk kendaraannya, dan pengawal kehormatan raja berjalan di depan kereta …. Demikianlah Yusuf diangkat menjadi gubernur seluruh Mesir …" (Kejadian 42:43 BIS).

Siapa yang dapat melupakan Mazmur 23 yang begitu indah?

"Tuhan seperti seorang gembala bagiku, aku tidak kekurangan" (Mazmur 23:1 BIS).

Dan gembala yang baik, Tuhan Yesus, menggarisbawahi kebenaran kesaksian Daud tadi: "Tetapi aku datang supaya manusia mendapat hidup berlimpah-limpah" (Yohanes 10:10).

Jika kita  memperhatikan formulasi sumpah yang harus diucapkan (terlebih dahulu) oleh setiap orang entahkah ia si terdakwa atau seorang saksi atau saksi ahli dalam ruang persidangan pengadilan, kita akan dipaksa untuk merenungkan maknanya yang dalam, khususnya implikasinya!

"Aku bersumpah (berjanji) untuk menyampaikan kebenaran, seluruh kebenaran, tidak yang lain kecuali yang benar!"

Mengapa harus demikian bertele-tele? Seandainya seseorang dalam memberikan kesaksian atau pertanggungjawaban dalam sidang pengadilan tidak berkata benar, jelas akan menyesatkan hakim dalam menarik kesimpulan. Tetapi seandainya ia sudah menyampaikan kebenaran, tetapi ada sebagian kebenaran yang dengan sadar dan sengaja disembunyikan, maka kebenaran yang telah disampaikan tadi menjadi kurang benar karena tidak lengkap!

Itulah sebabnya, walaupun sudah bersumpah (berjanji), baik jaksa maupun pembela, berkewajiban untuk berupaya sedemikian rupa sehingga terkorek segala sesuatu termasuk hal-hal yang mungkin kedengarannya sangat sepele oleh telinga awam agar kebenaran yang penuh dan utuh dapat diketahui bersama sebelum vonis dijatuhkan!

Bukan hanya sampai di situ. Makin pelik permasalahannnya, maka proses untuk mencari kebenaran akan makin teliti dan hati-hati. Berbagai saksi akan diusahakan agar dapat membantu hakim. Bila perlu saksi ahli dari berbagai kepakaran yang bersangkutan! Dan setiap saksi diwajibkan untuk memberikan hanya yang benar, seluruh kebenaran, tidak yang lain kecuali hanya yang benar saja!

begitu juga dalam hidup ini ada banyak hal yang ganjil. Betapapun manusia sudah makin pandai, namun toh manusia cenderung menyederhanakan banyak hal, kalau boleh malah segala sesuatu! Dalam menghadapi berbagai masalah yang dapat dikategorikan sebagai misteri kehidupan, kita tergoda untuk membuat rumus yang mudah dan praktis. Termasuk masalah-masalah imani.

Apabila seseorang mangalami sesuatu, kemudian ada orang lain mengalami yang sama, maka setelah keduanya bertemu dan bertukar pengalaman, godaannya ialah bahwa orang lain harus juga demikian. Salah satu akibatnya lahirlah "Kaidah-kaidah imani" yang dianggap telah teruji kebenarannya dan didukung oleh pengalaman!

Tidak jarang iman manusia bukannya menjadi makin diteguhkan, sebaliknya sempat terjadi kegamangan dan keragu-raguan. Masalah iman memang tidak dapat dilepaskan dari pengalaman. Dan memang tidak boleh disangkal bahwa pengalaman seseorang (atau beberapa orang) itu nyata dan perlu, tetapi janganlah lalu membuat kesimpulan bahwa karena sepuluh atau dua puluh satu orang mempunyai pengalaman yang sama atau mirip, lalu semuanya harus begitu!

Pengalaman memang penting. Pengalaman memang menjadi bagian yang tidak boleh dipisahkan dari apa yang diyakini. Tetapi kalau hanya pengalaman saja yang dijadikan patokan, itu akan menjadi subjektif; cepat atau lambat akan menjadi terkecoh dan kecewa apabila ternyata pengalaman berbeda.

Alangkah baiknya apabila apa yang dialami oleh Abraham, Ayub, dan Yusuf juga dialami semua orang! Mereka beriman dan mereka diberkati dengan berkelimpahan, lalu kalau orang beriman, dia pun pasti hidup dalam kelimpahan! Betapa mudah dan praktisnya hidup iman itu, semudah rumusan aritmatika, rumus perhitungan. Dua ditambah dua pasti empat! Merah dicampur putih pasti menjadi merah muda!

Kita tahu bahwa kita hidup di masyarakat yang sangat majemuk. Tidak semua orang memiliki iman dan keyakinan yang sama dengan kita. Karena kita juga bergaul dengan orang lain, jelas kita juga mendengar dan melihat orang lain pula. Dan kadang-kadang kita juga membanding-bandingkan diri kita dengan mereka. Dalam konteks pergaulan tadi.
Ada orang, dan banyak orang yang tidak percaya kepada Yesus sebagai Anak Allah dan Juruselamat. Mereka terang-terangan menyembah berhala. Mereka mempunyai ilah-ilah mereka. Mereka memberi korban kepada ilah-ilah mereka. Dan mereka menjadi kaya raya! Bukan hanya itu. Kalau mau jujur, sering kali hidup mereka malah "lebih berhasil dan lebih makmur" daripada orang yang percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat.

Kalau orang kafir, karena kepercayaan mereka dan keyakinan mereka diberkati oleh dewa atau ilah mereka, masakan Tuhan yang penuh kasih dan Mahakuasa tidak akan (lebih) memberkati hidup orang percaya? Nah, ada kemiripan bahkan kesamaan bukan? Mengapa orang percaya tidak boleh menyimpulkan bahwa masalah kekayaan dan iman itu berkaitan sangat erat, sejelas, dan semudah rumus: 2+2=4? Kalalu dewa dan ilah-ilah bisa memberkati para penganut mereka (Matius 4:8,9 dan Lukas 4:5-7), mengapa Tuhan tidak? Teorinya: karena Tuhan begitu Mahakuasa dan Mahakasih, justru pasti lebih daripada apa yang dapat diterima oleh orang lain, bukan?

Apalagi  banyak ayat Alkitab yang sangat mendukung kebenaran tadi? 1 Raja-raja, 2 Raja-raja, 1 Tawarikh, dan 2 Tawarikh, banyak bersaksi tentang kebenaran yang satu ini. Raja-raja yang takut akan Tuhan, yang berupaya untuk hidup serta memerintah sesuai dengan kehendak Allah, pasti diberkati.

Walaupun menghadapi musuh yang jauh lebih besar jumlahnya dan jauh lebih perkasa, pasti akan menang karena Tuhan sendirilah yang melawan musuh mereka. Tetapi apabila raja-raja tadi memalingkan diri dari Allah, mereka dihukum. Lalu apa salahnya apabila menyimpulkan bahwa "barangsiapa takut akan Allah pasti diberkati dan yang berdosa (murtad) pasti akan dihukum?"

"Dan TUHAN menyertai Yosafat, karena ia hidup mengikuti jejak yang dahulu dari Daud, Bapa leluhurnya, dan tidak mencari Baal-baal …. Oleh sebab itu TUHAN mengokohkan kerajaan yang ada di bawah kekuasaannya … sehingga ia menjadi kaya dan terhormat (2 Tawarikh 17:3-6).

"Ia (Uzia) mencari Allah selama hidup Zakharia, yang mengajarnya supaya takut akan Allah. Dan selama ia mencari TUHAN, Allah membuat segala usahanya berhasil" (2 Tawarikh 26:5).
"Setelah ia (Uzia) menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada TUHAN, Allahnya …."

Kalau kesimpulan tadi benar, dan dikuatkan oleh ayat-ayat Alkitab, maka dapat pula dimengerti apabila kesimpulan selanjutnya tinggal maju selangkah lagi: barangsiapa hidup berkelimpahan pasti imannya teguh, sedangkan yang melarat … pasti kurang beriman atau kemungkinan ada dosa atau kesalahan yang "tersembunyi" sehingga mereka dihukum Tuhan.

umat Tuhan harus berhati-hati agar tidak memiliki mentalitas "membuat dan menerima" Alkitab itu sendiri. Memang ayat-ayat di atas benar, dan masih banyak lainnya yang serupa dengan itu. Tetapi Alkitab kan bukan hanya berisi yang demikian! Alkitab kita jauh lebih tebal daripada hanya koleksi ayat-ayat yang baik yang disenangi atau yang menguntungkan! Umat Tuhan harus menerima Alkitab secara utuh!

"Pikiranku bukan pikiranmu, dan jalanku bukan jalanmu. Setinggi langit di atas bumi, setinggi itulah pikiranku di atas pikiranmu, dan jalanku di atas jalanmu."

Sering kali orang percaya lupa salah satu kebenaran yang mendasar tadi. Dalam banyak hal, kekerdilan itu, sering kali mengakibatkan "pengkerdilan" Allah yang diajarkan Alkitab. Allah yang mahabesar dan mahabijak nyaris dirumuskan dalam bentuk berbagai "kapsul" rohani yang mungil yang mudah  dibawa ke mana-mana!
B.     Dua Sisi Mata Uang

Kita barangkali pernah mendengar istilah "dua muka dari satu lembar (mata) uang." Adalah kesalahan fatal apabila kita menganggap uang kita hanya memiliki satu muka saja. Masalahnya menjadi lebih kompleks apabila kita perhatikan bahwa satuan (denominasi) uang kita bahkan lebih dari hanya satu macam.

Kembali kepada ketiga tokoh Perjanjian Lama: Abraham, Ayub, dan Yusuf. Memang mereka kaya raya dan terhormat. Tetapi kehidupan mereka tidak selalu mulus! Kalau kemulusan, kebahagiaan, dan kekayaan selalu dikaitkan dengan iman yang kuat dan hidup yang benar, betapa kelirunya kita. (Di dunia ini kita tahu bahwa ada banyak orang yang tidak benar tetapi hidupnya berkelimpahan dengan harta kekayaan!).

Abraham pernah mengalami kesukaran ketika paceklik merajalela sehingga dia harus membawa Sarah mengungsi ke Mesir maupun ke Gerar. Yusuf masuk ke penjara bukan karena mencuri atau membunuh, tetapi sebaliknya justru karena ia mau hidup benar! Kesalahan teman-teman Ayub yang paling mendasar adalah justru karena mereka sok serampangan menyimpulkan bahwa penderitaan Ayub dan kemiskinannya disebabkan karena Ayub telah melakukan dosa dan sebagainya.

sebagai umat Tuhan sudah seharusnya waspada agar jangan sampai membuat "dogma" maupun "doktrin" yang mengajarkan bahwa kekayaan karena hidup benar, sebaliknya kemiskinan karena akibat dosa! Janganlah seorang pun secara sembrono menyimpulkan bahwa diri sendiri benar karena  tahu dan mengalami "kebenaran" yang hanya sepihak saja!

      C. Apakah Miskin itu Karena Dosa?

Jawabnya bisa ya dan bisa juga tidak! Tergantung berbagai faktor!
Kemiskinan memang dapat diakibatkan karena dosa! Misalnya saja: Karena akibat dosalah orang menjadi makin egoistis dan tidak berlaku adil! Ada orang kaya (memangnya sudah kaya karena warisan orangtua), karena memiliki berbagai kemudahan: modal, sarana, kedudukan, koneksi, dan peluang maka ia relatif menjadi lebih mudah untuk mendapatkan kesempatan untuk lebih maju.

Orang-orang semacam ini sering kali kurang peduli terhadap orang lain. Yang diutamakan adalah terus menjadi lebih kaya, lebih berhasil, dan lebih sukses. Sebagai salah satu akibatnya, dan bahkan dihancurkan. Coba renungkan Amos 4:1, 5:11, 8:4-6, cf. Ibrani 10:34, Yakobus 2:6! Baca juga Yakobus 5:4! Contoh yang cukup klasik adalah Raja Ahab yang didukung oleh kelicikan istrinya Izebel (bahkan memakai dalih agama!) merebut kebun anggur Nabot (1 Raja-raja 21).

Ada juga orang yang "bertangan dingin." Apa pun yang diusahakan berhasil! Herannya, bukannya dia berterima kasih kepada Tuhan yang membuat dia berhasil, sebaliknya karena sistem ekonomi yang mendukungnya (misalnya kapitalistis), rejeki orang lain dimakan juga. Jenis orang ini mengerjakan segala sesuatu: dari jual makanan basah sampai sederetan toko serba ada! Apa pun yang dikerjakan, pokoknya "halal!" ada juga beberapa praktik para konglomerat yang kerjanya halal tetapi membuat proses pemiskinan! Kata sementara orang, konglomerat itu "kongkon wong cilik" (tambah) mlarat!

Sebaliknya, miskin tidak selalu dan bukan karena dosa. Antara lain: ada juga sistem atau isme (paham) yang dapat membuat sebagian besar (bahkan nyaris semua rakyat) menjadi miskin. Pernahkah  mendengar tentang negara-negara komunis? Semuanya hancur! Kalau masih ada yang tetap bertahan, kondisinya sedang sekarat, misalnya Kuba (sampai-sampai mengekspor pengungsi puluhan ribu!).

Ada juga contoh lain; walaupun sistem komunisme tidak diberlakukan, bahkan pasar bebas sudah dikembangkan, apabila praktik monopoli tidak diberantas, di tengah-tengah berbagai macam kemajuan, pasti akan terjadi proses pemiskinan. Jurang antara kaya dan miskin akan kian menganga!

Di negara ini sering kali banyak terjadi kejutan. Bagaimana mungkin di masa TMP (Tight Money Policy/Kebijakan Pengetatan Kredit) bisa terjadi berbagai kasus kebobolan milyaran rupiah? Anehnya pada beberapa Bank Pemerintah lagi! Kolusi dengan para penguasa memang menghadirkan OKB (orang kaya baru), tetapi mencelakakan rakyat banyak yang walaupun jujur tetapi tidak akan mendapat kesempatan! Yang terakhir ini walau tidak "berdosa" tidak akan berhasil! Malah, salah-salah, sawahnya yang sudah kecil hanya dibeli dengan harga Rp15,00 per meter persegi untuk disulap menjadi lapangan golf yang aduhai!

Jangan lupa ada juga orang yang menjadi miskin karena bencana, khususnya bencana alam yang dahsyat. Tadinya walaupun tidak terlalu kaya toh masih mampu untuk menghidupi keluarga, bahkan masih dapat menabung sedikit-sedikit. Tetapi bencana Tsunami menggilas segala-galanya. Rumah, harta benda, alat-alat untuk mencari nafkah musnah semua, bahkan kematian pun merenggut pencari nafkahnya. Ada juga malah yang karena letak geografinya sangat kurang beruntung. Bangladesh menjadi pelanggan angin topan yang menghancurkan hasil jerih lelah penduduk! Juga beberapa daerah di gurun Sahara. (Bandingkan dengan Kejadian 41-43).

Ada juga kemiskinan yang karena kemalasan! Alkitab banyak berbicara tentang penyakit yang satu ini! Bahkan para pemalas diminta agar belajar dari semut! Bacalah Amsal 6:6-1; 26:13-16; 30:25; bandingkan dengan Matius 25:25-30!

Ada juga yang disebabkan karena hidup yang boros dan berfoya-foya. Tidak perlu bekerja berat tetapi menikmati hidup mewah! Siapa pun tahu bahwa kalau pengeluaran lebih banyak dari pemasukan, pasti tidak akan pernah maju malah bangkrut! (Lukas 15:13,14).

Di tengah derasnya arus materialisme, di mana tidak sedikit orang yang beriman juga ikut tergoda, kita sebagai orang percaya perlu diingatkan oleh beberapa ayat di bawah ini:

"Memang agama (beriman dengan benar) memberikan keuntungan yang besar, kalau orang puas dengan apa yang dipunyainya …. Jadi, kalau ada makanan dan pakaian, itu sudah cukup. Tetapi orang yang mau menjadi kaya, tergoda, dan terjerat oleh bermacam-macam keinginan yang bodoh dan yang merusak. Keinginan-keinginan itu membuat orang menjadi hancur dan celaka. Sebab dari cinta akan uang, timbul segala macam kejahatan. Ada sebagian orang yang mengejar uang sehingga sudah tidak menuruti lagi ajaran Kristen, lalu mereka tertimpa banyak penderitaan yang menghancurkan hati mereka" (1 Timotius 6:6-10).

"Kepada orang-orang yang kaya di dunia ini, hendaklah engkau minta supaya mereka jangan sombong dan jangan berharap kepada barang-barang yang tidak tetap seperti halnya kekayaan. Mereka harus berharap kepada Allah yang memberikan segala sesuatu kepada kita dengan berlimpah supaya kita menikmatinya. Mintalah kepada mereka untuk menunjukkan kebaikan, untuk banyak melakukan hal-hal yang baik, murah hati, dan suka memberi. Dengan demikian mereka mengumpulkan harta yang menjadi modal yang baik untuk masa yang akan datang (1 Timotius 6:17-19).

"Janganlah mengumpulkan harta untuk dirimu di dunia, di mana rayap dan karat dapat merusaknya dan pencuri dapat mencurinya. Sebaliknya, kumpulkanlah harta di surga, di mana rayap dan karat tidak merusaknya, dan pencuri tidak datang mencurinya. Karena di mana hartamu, di situ juga hatimu!" (Matius 6:19-21).

"Hati-hatilah dan waspadalah, jangan sampai kalian serakah. Sebab hidup manusia tidak tergantung dari kekayaannya, walaupun hartanya berlimpah-limpah" (Lukas 12:15).
Jadi dapat disimpulkan bahwa miskin bukan semata-mata karena dosa, tetapi banyak factor yang dapat menyebabkannya. Dosa memang membuat miskin secara rohani tetapi secara financial tidak dapat dikatakan hanya karena dosa.


makalah misiologia "alkitab sebagai dasar misi"


ALKITAB SEBAGAI DASAR MISI

A.    PENDAHULUAN

• Mandat dari penginjilan adalah seluruh Alkitab yang terdapat dalam ciptaan Allah, dalam karakter Allah, dalam  janji Allah, dalam Kristus Allah, dalam Roh Allah, dan dalam gereja Allah.
• Berita kita itu berasal dari Alkitab. Di satu sisi, berita itu untuk kita, di sisi lain berita itu tidak diberikan kepada kita. Kita harus mengombinasikan ketepatan dengan  kepekaan sehingga bisa menghubungkan Firman dengan dunia, Injil dengan konteks, Kitab Suci dengan kebudayaan.
• Pada dasarnya, bahwa Firman telah menjadi manusia (Yoh 1:14). Yang Ilahi dikomunikasikan melalui yang manusiawi sehingga kita mendapatkan model Yesus yang telah menjadi manusia. Untuk menyatakan diri-Nya, Ia mengosongkan dan juga merendahkan diri-Nya (Flp 2:7-8).
• Untuk masuk ke dalam  kemuliaan Kristus, Luther berkata “Sepatah kata kecil akan meruntuhkannya”. Kita mungkin sangat lemah. Tapi justru dalam kelemahan itulah kekuatan Kristus disempurnakan dan  kata-kata kelemahan manusialah yang didukung oleh Roh dengan kekuatan-Nya. Maka ketika kita lemah, kita kuat (1 Kor 2:1-5; 2 Kor 12:9-10).

 

B.     DASAR ALKITABIAH UNTUK MANDAT PENGINJILAN  SEANTERO DUNIA


Motif Universal. Motif keuniversalan PL terlihat dalam Kejadian 10. Semua bangsa muncul dari tangan Allah yang kreatif dan berdiri di bawah pengawasan mata-Nya yang penuh kesabaran dan penghakiman. “Allah seluruh bumi” sepintas nampak mempersempit kepentingan-Nya hanya pada sejarah pribadi sebuah keluarga suku, tapi sesungguhnya tidaklah demikian. Untuk satu masa, Israel “keturunan Abraham” dipisahkan dari bangsa-bangsa lain (Kel 19:3, dst), tapi hanya agar melalui Israel Allah dapat membuka jalan untuk mencapai maksud-Nya yang mencakup dunia. Pilihan Allah atas Abraham dan Israel menyangkut seluruh dunia. Allah memilih Israel dalam persiapan untuk membuka dan menyingkapkan maksud universal-Nya.


• Motif Pertolongan dan Pembebasan. Motifnya terlihat: pertama, Yahweh, penebus Israel. Karya Allah yang menyelamatkan Israel terkait erat dengan tema universalisme. Yahweh, Allah seluruh bumi, untuk menyatakan kasih-Nya dan memenuhi firman-Nya kepada Israel dengan membebaskannya dari ikatan perbudakan dengan tangan-Nya yang kuat dan terulur (Ul 9:26; 13:5, dst); kedua, Yahweh, penebus bangsa-bangsa. Para nabi Israel semakin menyadari bahwa yang akan menerima tindakan penebusan Allah bukan hanya Israel. Allah akan mendobrak untuk memulihkan ketuhanan-Nya yang membebaskan atas seluruh dunia bangsa-bangsa. Sundker dan Blauw memperlihatkan bahwa para nabi itu mengembangkan tema ini secara sentripetal; yakni sesudah pembebasan mereka, bangsa-bangsa lain melakukan ziarah kembali ke Zion gunung Tuhan. Tema ini juga diperlihatan dalam Mazmur 87; ketiga, metode Allah dalam mencapai pembebasan. Metode yang digunakan misalnya tentang Nyanyian Hamba dalam Yesaya 40-55. Nyanyian Hamba yang keempat dalam pasal 53 menyingkapkan rahasia bagaimana Hamba Tuhan akan menunaikan misi-Nya. Perikop ini juga menggambarkan Hamba yang menjadi korban pembantaian manusia paling kejam.
Motif Misioner. Para nabi tidak lelah mengingatkan Israel bahwa pemilihan mereka bukanlah suatu hak istimewa yang dapat secara egois dipertahankan bagi dirinya sendiri; pemilihan adalah panggilan untuk melayani yang mencakup kesaksian di antara bangsa-bangsa. Dipilih oleh Allah untuk menjadi penerima khusus kasih karunia dan keadilan-Nya, Israel kini memikul tugas sesuai dengan panggilan itu, yakni untuk hidup sebagai umat Allah di antara bangsa-bangsa lain untuk memperlihatkan kepada mereka kasih karunia, rahmat, keadilan, dan kekuasaan-Nya yang membebaskan.
Motif Perlawanan. PL mengaitkan motif perlawanan dengan erat terhadap tema doksologis: kemuliaan Yahweh-Adonai akan dinyatakan di antara semua bangsa. Maka setiap orang akan mengenal-Nya sebagaimana Ia adanya, “Allah yang pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya” (Yun 4:2).
Kitab Yunus. Dewasa ini banyak pembicaraan dan tulisan mengenai “mendidik jemaat” dan “mendidik tenaga” untuk  misi. Yunus adalah salah satu pelajaran dalam mendidik seseorang untuk menjadi misionaris: kitab ini menyingkapkan  perlunya pertobatan radikal dari kecenderungan-kecenderungan alami seseorang dan  perubahan kehidupan secara total sehingga hidup itu dapat melayani dalam misi.
Periode Antar Perjanjian. Yesus dan Paulus, pada dirinya sendiri, tidak menentang misi Yahudi kepada orang bukan Yahudi. Sesungguhnya Paulus menganggap pekerjaannya di antara orang bukan Yahudi sebagai kelanjutan dari apa yang telah dimulai orang bukan Yahudi dalam Diaspora di antara orang bukan Yahudi. Karena itu, waktu Yesus mulai menyatakan ajaran-Nya sendiri, Ia tidak menggunakan tradisi Yahudi akhir sebagai rujukan pendukung, melainkan PL itu sendiri.
Perjanjian Baru: Kitab Misi Dunia. Ada fondasi dan praktik misi dalam PB: Yesus, juruselamat dunia. Semua motif PL yang beraneka ragam itu bertemu dalam pribadi dan pekerjaan Yesus dari Nazaret. Keselamatan yang akan datang, telah dipersaksikan para nabi, menjadi nyata dalam Yesus Kristus.
Mandat Misioner Dalam Injil Matius. Matius 10 mencatat perintah Yesus kepada murid-Nya untuk menyatakan kabar itu kepada Israel. Pasal 10 dan 28 tidak bertentangan tetapi keduanya memperjelas situasi sejarah pada waktu setelah kebangkitan ketika para murid dipanggil untuk terlibat dalam misi. Bila keduanya dilihat sebagai kesatuan, kedua pasal ini mengingatkan bahwa pintu sekarang terbuka bagi setiap orang.
Amanat Agung dalam Matius 28. Pesannya adalah: pertama, Otoritas Yesus. Tidak ada wilayah, bangsa, atau budaya yang sekarang terletak di luar daerah kekuasaan dan otoritas-Nya. Mandat misi juga bukanlah dasar bagi pemahkotaan-Nya. Justru mandat itu bersumber dari kenyataan otoritas-Nya. Kedua, mandat Yesus yang berkesinambungan untuk misi. Hal itu terlihat dalam frasa “Karena itu pergilah”. Ia memerintahkan kita untuk menjadikan murid-murid, yakni menggerakkan mereka untuk berserah kepada otoritas-Nya yang membebaskan dan menjadi sukarelawan untuk barisan yang telah sedang dalam perjalanan menuju tatanan baru, yakni kerajaan-Nya. Ketiga, Janji Yesus. Kata-kata janji “Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman”, Ia mengingatkan murid-murid-Nya bahwa Ia akan hadir di antara mereka dalam cara baru. Janji itu berlaku untuk segala zaman.

 

 

 

Dasar Alkitabiah Misi dalam Perjanjian Baru

Allah menyusun rencana yang teliti untuk kelahiran Mesias. Ironisnya, Yesus, sang Mesias, datang ke dunia bukan dengan kebesaran dan kemegahan, namun dengan penuh kerendahan hati. Yohanes Pembabtis diutus Allah untuk mempersiapkan  jalan bagi-Nya dengan memberitakan kedatangan kerajaan Allah dan perlunya pertobatan bagi pengampunan dosa (Matius 3:1-3).
Setelah 400 tahun adanya ketidakjelasan dan penindasan yang dilakukan oleh kekuasaan imperial, timbullah rasa kebangsaan dan  monoteisme orang-orang Yahudi. Karena mereka kehilangan tempat ibadah saat berada dalam pembuangan, mereka membangun sinagoge di mana-mana, dan tempat itu menjadi pusat penyembahan dan  pengajaran.
Kekaisaran Romawi memunyai bahasa utama, yakni bahasa Yunani. Ada pertukaran pendapat yang bebas antara Romawi Barat dan Romawi Timur. Komunikasi jalur darat dan  jalur laut sangat efisien. Juga terdapat jasa pos dan jaringan  jalan yang luas. Para pedagang harus melewati Palestina untuk berdagang.
Waktu Allah yang sempurna terbukti dengan lahirnya Yesus. Kekaisaran Romawi memiliki kehidupan persaudaraan yang rukun. Orang-orang Yahudi di Palestina diberi otonomi dan kebebasan untuk menjalankan agamanya. Orang-orang Yahudi di seluruh wilayah kekaisaran boleh pergi ke Yerusalem untuk merayakan  pertemuan raya mereka.
Yesus dan murid-murid-Nya memperoleh kebebasan untuk berkeliling dan masuk ke sinagoge untuk berkhotbah dan  mengajar. Tak ada saat yang lebih indah dibanding saat Mesias datang dan saat Kabar Baik diberitakan.
Yesus, Pusat dari Rencana Penebusan Allah
"Tetapi setelah genap waktunya, Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan ... untuk menebus ... supaya kita diterima menjadi anak." (Galatia 4:4-5)
Anak Allah, Yesus Kristus, sebelumnya ada bersama Bapa, datang ke dunia untuk menyatakan Allah sebab Dia adalah "sinar kemuliaan Allah, perwujudan nyata dari keberadaan Allah" (Yohanes 1:14; Ibrani 1:3). Melihat Yesus berarti melihat Allah; mengenal Yesus berarti mengenal Allah. Mengenal Allah berarti memperoleh hidup yang kekal (Yohanes 17:3).
Yesus memberikan semua milik-Nya, mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, taat pada kehendak Bapa, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2:6-8). Dia melakukannya dengan kerelaan sebagai korban bagi dosa seluruh dunia supaya barang siapa yang percaya kepada-Nya memperoleh pengampunan dan menjadi anak-anak Allah. Ketika Dia mati, tumit Yesus diremukkan setan, namun ketika Dia bangkit dari kematian, Ia meremukkan kepala setan. Ini adalah penggenapan janji Allah dalam Kejadian 3:15. Yesus benar-benar mengalahkan setan dan melucuti kuasanya (Kolose 2:15).
"Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-11)
Efesus 1:3-14 meringkas rencana penebusan Allah: "Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya ... untuk menjadi anak-anak-Nya melalui Yesus Kristus ... supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia ... di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa ... supaya kami ... boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya ...."
Yesus Sang Penginjil
Yesus diutus oleh Bapa. Dia tahu benar untuk apa Ia datang: untuk menyatakan Bapa dan memberi hidup kekal, dan menunjukkan  jalan kerajaan Allah ke dalam hati manusia dan dunia. Hal ini disempurnakan-Nya dengan menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (Lukas 4:18-19). Sebagai Hamba yang menderita, Ia memberikan hidup-Nya sebagai tebusan bagi orang banyak.
Ia hidup di antara orang-orang yang ingin Dia menangkan. Dia mengalami hidup dengan debu, kotor, lapar, haus, lelah, pencobaan, perlawanan, penolakan, bahkan kematian. Perlu bagi-Nya "untuk menjadi seperti saudara-saudara-Nya dalam segala hal supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa." (Ibrani 2:14-18)
Dia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan melayani bersama Dia (Markus 3:13-39). Dia mengajarkan kepada mereka tentang kerajaan Allah, bagaimana mereka bisa masuk ke dalamnya, bertindak sebagai warga kerajaan Allah, dan bagaimana mereka seharusnya membimbing orang lain masuk ke sana. Yesus mengajar mereka dengan menjadi teladan dan dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengerjakan pekerjaan Allah.
Yesus memperhadapkan orang-orang akan dosa dan tingkah laku mereka yang jahat di hadapan Tuhan. Yesus memanggil mereka untuk percaya dan mengikut-Nya. Setiap orang yang bertemu dengan Yesus harus membuat keputusan mengikut Dia.
Selain berkhotbah dan mengajar, Yesus juga memberi makan orang lapar, menyembuhkan yang sakit, dan membebaskan yang terbelenggu. Yesus mengunjungi orang-orang, makan bersama mereka, bersukacita dengan mereka, dan berduka dengan mereka. Dia berdoa bagi murid-murid-Nya. Dia mengampuni orang-orang yang berdosa. Dengan sabar, Dia menjawab pertanyaan baik yang tulus maupun yang sinis. Dia menguatkan orang yang patah hati dan memuji orang yang penuh iman. Dia mencukupi kebutuhan orang dengan penuh kasih.
Yesus juga melayani orang-orang yang bukan Yahudi dan merencanakan dari awal untuk mengikutsertakan mereka ke dalam "keluarga Allah". Menurut pendengaran orang Yunani yang datang untuk mengunjungi-Nya, Dia menyatakan bahwa "apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku" (Yohanes 12:20-33). Dia menghendaki domba-domba yang lain dibawa juga ke kandang sehingga mereka menjadi satu kawanan dengan satu gembala (Yohanes 10:16). Ketika bercakap-cakap dengan perempuan Samaria, Yesus menyatakan: "Keselamatan datang dari bangsa Yahudi" (Yohanes 4:22), itu berarti bahwa keselamatan adalah bagi dunia.

Yesus Sang Pengutus
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu" (Yohanes 20:21), kata Yesus yang bangkit kepada murid-murid-Nya. Kini Yesus adalah sang Pengutus karena Dia adalah Tuhan yang kepada-Nya "segala kuasa di bumi dan di surga diberikan". Dia sudah mengalahkan setan, si penawan dan si pembudak manusia. Sekarang Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk memuridkan semua manusia dan semua bangsa. Sama seperti Allah yang mengurapi-Nya dengan Roh, maka Yesus pun mencurahkan Roh-Nya kepada mereka dan berjanji bahwa Dia akan tetap bersama-sama dengan mereka sampai akhir zaman (Matius 28:18-21; Kisah Para Rasul 1:4, 8).
Pelayanan Yesus dibatasi hanya sampai Palestina dan daerah sekitarnya, namun  murid-murid-Nya harus memberitakan-Nya ke daerah Yahudi, dan bahkan ke daerah yang tak dikenal. Visi Yesus adalah bagi seluruh dunia. Menyelamatkan dunia adalah kehendak-Nya. (1 Timotius 2:3-6).
C.    KESIMPULAN
Melalui Alkitab kita dapat  mengetahui tugas apa yang seharusnya setiap orang Kristen lakukan. Tidak dapat disangkal, misi ada dalam berbagai bagian Alkitab. Allah sangat memperhatikan
seluruh dunia (Yes 45:22; Yoh 3:16). Allah juga memberikan perintah khusus untuk
menjangkau dunia (Mat 28:19-21; Kis 1:8). Bagaimanapun, pemahaman ini tidaklah cukup.
Alkitab adalah dasar bagi Misi (Ralph D. Winter, ed., Perspective: Study Guide, 1-1).
Pertama, kisah tentang Allah menyelesaikan misi penyelamatan-Nya merupakan alur seluruh
Alkitab. Kedua, cara Allah menyelesaikan misi penyelamatan-Nya adalah dengan
mewahyukan diri-Nya melalui firman yang diucapkan maupun tertulis (Alkitab).






Daftar Pusvtaka
1.      Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, 2003
2.      Yakub Tri Handoko, “Diktat Kelas Intensif Misiologi” 28-30 Mei 2005.
3.      Kontekstualisasi Sebagai Sebuah Strategi dalam Menjalankan Misi: Sebuah Alasan Literatur Submitted by Pdt. Rahmiati on Fri, 27/06/2008 - 06:28 VERITAS 1/1 (April 2000) 19-27
4.      “Mission in the New Testament The Biblical Basis” OMF Literature Inc, Manila 1994, h 21 -- 25
5.      "Misi Menurut Perspektif Alkitab” karangan: J.R.W. Stott, J. Verkuyl,
6.      www. Sabda.com/ artikel misi





laporan baca ekumenika "keesaan gereja", pusing aq bacanya....ha ha ha

Bab 1 no 3.
Pada zaman reformasi gereja katolik Roma diperhadapkan dengan ancaman perpecahan secara besar-besaran. Maka diusahakanlah suatu perdamaian dengan kaum injili yang adalah pengikut Luther, demi kesatuan kaum Kristen terhadap  Turki. Namun persetujuan tidak dicapai.
Di kalangan kaum injili sendiri juga terjadi perbedaan-perbedaan yang sulit untuk disatukan. Meskipun satu dalam kritik terhadap Roma, namun soal Perjamuan Kudus akhirnya memisahkan para pengikut Luther dengan kaum injili di Jerman selatan dan Swiss.
Walaupun kaum injili memisahkan diri dari Roma, namun tetap ada kesadaran, baik dikalangan Protestan maupun dikalangan Katolik Roma, bahwa satu warisan menjadi milik bersama, yaitu warisan gereja kuno. Timbul kesadaran bahwa usaha-usaha untuk memulihkan perpecahan yang diakibatkan reformasi harus bertolak dari warisan bersama. Kesadaran ini hidup khususnya di kalangan kaum humanis, cendikiawan katolik maupun Protestan yang mengecam keadaan gereja Katolik Roma pada zaman itu karena telah menyimpang dari ajaran dan praktik gereja kuno. Namun usaha perdamaian mereka agak bersifat intelektual dan individual, dan kurang berakar dalam gereja.
Pada abad ke-17 dan ke-18, usaha-usaha dari abad reformasi dilanjutkan:
1.      Mencari titik persatuan dalam warisan gereja kuno.
2.      Merumuskan semacam daftar pasal-pasal iman yang dianggap azasi untuk iman Kristen, yang harus diterima secara mutlak, sedangkan pasal-pasal iman yang dianggap tidak azasi tidak boleh menjadi alas an untuk perpecahan antara orang-orang Kristen.
Kekurangan usaha-usaha di atas adalah bahwa yang pertama  dianggap terlalu intelektualitas untuk diterima secara umum di gereja-gereja. Sedangkan yang kedua waktunya belum matang. Gereja-gereja masih terlalu mengindahkan rumusan-rumusan konvesional masing-masing.
Setelah rumusan-rumusan konfesional kehilangan peranan yang menentukan. Pada zaman pencerahan dan pietisme munculah pendapat yang mengatakan bahwa iman Kristen bertolak dari hati pribadi. Kesalehan pribadi, penghayatan iman secara individual adalah yang terutama, dan semua hal lain, seperti keanggotaan gereja atau penerimaan suatu konfeksi adalah hal kedua. Dengan penekanan pada individu maka konfeksi gereja direlativer. Gereja berusaha mencari hubungan dengan gereja-gereja lain. Pietisme, yang muncul di gereja Lutheran Jerman, sejak awal bersifat terbuka terhadap usaha-usaha yang sedemikian di kalangan Calvinis, bahkan Katolik Roma.
Sikap terbuka di kalangan pietis kemudian sangat mempengaruhi perhimpunan-perhimpunan pekabaran injil. Perhimpunan-perhimpunan ini juga mengutamakan iman sederhana kepada Yesus Kristus.
Pada abad ke-19 timbulah usaha lain sbb:
1.      Usaha mempersatukan orang-orang Kristen dari gereja-gereja yang mempunyai dasar teologis atau konfesional yang sama.
2.      Usaha untuk mempersatukan orang-orang Kristen Protestan dalam satu perhimpunan yang diprakarsai oleh Thomas Chalmers (1780-1847), yang kemudian hasilnya ialah pembentukan Evangelical Alliance di London, tahun 1846. Namun ini juga tidak pernah berhasil untuk menupulkan orang-orang Kristen yang dapat dianggap wakil gereja mereka dan tetap bersifat perhimpunan yang pribadi.
3.      Voluntary movement yang lahir karena pengaruh Revivalism, gerakan kebangunan rohani di Amerika Serikat. Misalnya: YMCA (Persatuan para pemuda Kristen 1844), YWCA (persatuan para pemudi Kristen 1854), SCM (gerakan mahasiswa kristen). Yang memiliki pandangan bahwa bukan konfeksi gereja yang penting, tetapi iman murni kepada sang juruselamat. Tugas bersama orang Kristen adalah menginjili.
4.      Usaha untuk bekerja sama di bidang pekabaran injil. Dimulai dengan penerjemahan Alkitab. Lembaga Alkitab yang pertama untuk penyebaran Alkitab di lapangan pekabaran injil adalah British and Foreign bible Society, tahun 1804. Juga diadakannya konferensi-konferensi yang menghasilkan pemahaman bahwa dalam pekabaran injil perlu suatu pembagian lapangan pekabaran injil untuk menghindari apa yang disebut “pekabaran injil rangkap”.
Sejak 1854 diadakan konperensi-konperensi pekabaran injil untuk dunia anglo-Amerika, tahun 1866 untuk daratan eropa, tahun 1860 di Liverpool dan 1885 di London diadakan konperensi pekabaran injil international. Tahun 1900 di New York diadakan ecumenical conference on foreign missions, yang diselenggarakan oleh Evangelical Alliance.
Usaha ini bermuara pada konperensi pekabaran injil sedunia di Edinburgh (14-23 juni 1910), yang dipelopori oleh John Raleigh Mott (1865-1955). Konperensi ini untuk membahas sejumlah persoalan yang timbul di lapangan pekabaran injil. Pokok-pokok yang di bahas: 1.Pekabaran injil di seluruh dunia. 2.Gereja di lapangan pekabaran injil. 3.Pendidikan dan pengkristenan. 4.Berita Kristen dan agama-agama bukan Kristen. 5.Persiapan para pekabar injil. 6.Hubungan dengan pangkal di dalam negeri. 7.Hubungan dengan pemerintah. 8.Kerjasama dan keesaan
Keputusan ini di kemudian hari ternyata berarti langkah awal di sejarah oikumene, sehingga konperensi pekabaran injil sedunia di Edinburgh 1910 dilihat sebagai saat kelahiran gerakan oikumenis.
Bab 2 no 2.
1.      Konperensi di Yerusalem (23 Maret-8 April 1928) yang membicarakan hubungan antara gereja-gereja muda dan tua, hubungan dengan agama-agama lain, sekularisasi serta comprehensive approach to the Jews.
comprehensive approach bertolak dari pendapat bahwa injil menyangkut seluruh manusia, yaitu jiwanya, hubungannya dengan sesame manusia dan dunia sekitarnya. Oleh sebab itu pekabaran injil tidak boleh membatasi diri pada pemberitaan orang-perorangan. Pekabaran injil juga termasuk pekerjaan social, medis, pendidikan, singkatnya kegiatan-kegiatan yang mencakup segala bidang kehidupan. Pekabaran injil adalah pemberitaan kabar syalom yang menyangkut manusia seutuhnya.
2.      Tambaran 12-29 desember 1938, yang memainkan peran penting dalam konperensi ini adalah buku Dr. H. Kraemer, the Christian message in a non-christian world untuk melawan buku Rethinking missions (1932) yang membicarakan tentang adanya pengaruh barth dan demikian pengaruh ini masuk dunia pekabaran injil international, menolak kolonialisme, memberi perhatian kpd kemandirian gereja-gereja muda, pendidikan untuk pendeta-pendeta pribumi dan pendidikan teologia yang baik, kerjasama dan keesaan.
3.      Whitby (kanada) 5-24 juni 1947. Temanya adalah: The Christian witness in a revolutionary world (kesaksian Kristen dalam dunia yang revolusioner). Gereja-gereja tua dan muda mulai saling mengakui sebagai “partners in obedience” (mitra dalam ketaatan), yang sama-sama diperhadapkan dengan tugas mengabarkan injil di seluruh dunia. Istilah “partners in obedience” menunjukan bahwa tidak ada perbedaan antara gereja tua dan muda karena keduanya adalah bagian gereja oikumenis, gereja sedunia, yang memiliki tugas yang sama. Keduanya haruslah saling membantu dalam melaksanakan tugas ini. Ini menunjukan bahwa dunia tidak lagi di bagikan dalam lapangan pekabaran injil.
4.      Willingen (jerman) 5-12 juli 1952, dengan tema “the missionary obligation of the church” (kewajiban gereja untuk mengabarkan injil).
5.      Achimota (Ghana, Africa), 28 desember 1957- 8 januari 1958. Yang bertema “the Christian mission in this hour” (misi Kristen pada saat ini). Diputuskan untuk mengintegrasikan IMC dengan DGD.
Bab 3 no 2.
Tujuan Faith and Order, yang dirumuskan oleh Brent, adalah mencari jalan menuju keesaan gereja. Untuk mencapai tujuan ini Brent mengusulkan untuk mengadakan suatu konperensi yang mempercakapkan soal-soal iman dan tata gereja  dan melihat bagaimana halangan-halangan untuk keesaan gereja dapat diatasi.
Perkembangan yang terjadi di kalangan gereja-gereja yang bercorak anglikan. Rumusan dasar keesaan di anglikan communion yang dikenal dengan nama Lambeth Quadrilateral mencantumkan 4 hal yang menggabungkan gereja-gereja anglikan yaitu: 1. Alkitab sebagai ukuran iman. 2. pengakuan iman rasuli dan pengakuan iman nicea-constantinopel. 3. Kedua sakramen, baptisan dan perjamuan kudus. 4. Jabatan uskup yang historis. Penekanan pada keesaan gereja yang kelihatan dan terwujud secara organisatoris merupakan sumbangan Anglican communion kepada gerakan Faith and Order.
Bab 4 no 1
Prasejarah Life and Work terdapat dalam aksi Kristen di bidang social pada abad ke-19. Banyak organisasi Kristen melibatkan diri dalam aksi social. Maka timbulah kesadaran bahwa dalam menghadapi hal-hal social orang-orang Kristen harus bekerjasama. Oleh sebab itu banyak organisasi merupakan hasil kerjasama antara orang-orang Kristen dari gereja-gereja yang berbeda.

Bab 5 no 5
Karena dirasa perlu untuk  mendirikan suatu persekutuan gereja-gereja sebagai “jiwa” untuk kerjasama antara bangsa-bangsa. Maka sejak 1928, orang mulai mencari jalan untuk mewujudkan kerjasama yang lebih akrab. Sejak 1933 organisasi-organisasi oikumenis seperti Faith and Order dan Life and Work, bersama dengan IMC, World Alliance, WSCF, dan YMCA sedunia mulai membicarakan kemungkinan untuk mendirikan suatu organisasi oikumenis yang mencakup semua bidang pelayanan gereja.
Factor-faktor yang mendukung perkembangan ini adalah resesi ekonomi dan keadaan politik internasional. Gereja mengalami kesulitan keuangan dan munculnya Negara-negara totaliter. Dalam dunia yang sedang dilanda oleh bahaya nasionalisme gereja-gereja harus memperlihatkan diri sebagai Una Sancta, suatu persekutuan dalam Tuhan yang melampaui batas Negara-negara.
Pada rapat di London, 8-10 juli 1937, disepakati bahwa telah tiba waktu untuk mendirikan suatu World Council of Churches (WCC), yang mewakili gereja-gereja dan memperhatikan soal Life and Work dan Faith and Order.
Tema yang dibahas adalah “Mans Disorder and Gods Design” (kekacauan manusia dan rencana Allah), suatu tema yang mencerminkan keadaan pembangunan kembali sesudah perang.
Sidang raya DGD yang pertama di adakan di Amsterdam, 22-32 agustus 1948. Dan pada tanggal 23 agustus 1948 WCC didirikan secara resmi. Tema sidang raya dibahas dalam 4 seksi yang mewakili ke 4 aliran gerakan oikumenis yang member sumbangan kepada DGD: 1. Gereja universal dalam rencana Allah (Faith and Order), 2. Kesaksian gereja tentang rencana Allah (IMC), 3. Gereja dan kekacauan masyarakat (Life and Work), 4. Gereja dan kekacauan internasional (World Alliance). Suasana tegang juga mempengaruhi sidang raya, waktu menteri luar negeri Amerika menolak komunisme berdasarkan iman Kristen, sedangkan dari pihak Cekoslovakia justru mengecam kapitalisme barat berdasarkan iman yan sama.
Bab 6 no 1
Siding raya DGD II diadakan di Evanston, 15-31 agustus 1954 dengan tema “Kristus harapan dunia”. Ada 6 seksi, yaitu: 1. Faith and Order (iman dan tata gereja- keesaan kita di dalam Kristus dan pepecahan kita sebagai gereja), 2. Penginjilan- pekabaran injil gereja kepada orang-orang yang ada di luar kehidupannya, 3. Masalah-masalah social- masyarakat yang bertanggung jawab di dalam perspektif seluruh dunia, 4. Perkara-perkara internasional-orang-orang Kristen dalam pergumulan terhadap masyarakat dunia, 5. Hubungan-hubungan antar kelompok-gereja ditengah-tengah ketegangan ras dan suku, 6, kaum awam- orang Kristen dalam panggilannya.
Sidang raya DGD III New Delhi (19 nopember-5 desember 1961) dengan tema “Yesus Kristus terang dunia”. Tema ini dibahas dalam 3 seksi, yakni witness, service dan unity. Beberapa peristiwa penting terjadi pada siding raya ini:
1.      Penggabungan antara IMC dan DGD yang menunjukan bahwa gereja-gereja barat dan gereja-gereja dari Asia dan Afrika adalah sama penting di gerakan oikumenis.
2.      Gereja-gereja ortodoks Rusia, Rumania, Bulgaria, Polandia menjadi anggota sehingga menjadi lebih nyata bahwa gerakan oikumenis bukan saja hal protestan.
3.      Keanggotaan DGD diperluas kearah dunia ke3 dan kearah kekristenan pentakostal.
4.      Perluasan dasar DGD menjadi “The world council of churches is a fellowship of churches which confess the Lord Jesus Christ as God and savior according to the scriptures and  therefore seek to fulfill together their common calling to the glory of one God, Father, Son and Holy Spirit”.
5.      Untuk pertama kalinya peninjau-peninjau dari gereja Katolik Roma sebagai hasil sikap lebih terbuka gereja ini.
Sidang raya DGD IV di Uppsala, Swedia 4-20 juli 1968, dengan tema “lihat, Aku menjadikan segala sesuatu baru. Why 21:5”. Penekanannya adalah pada pembangunan. Ada 6 seksi:
1.      Roh Kudus dan katolisitas gereja.
2.      Pembaharuan dalam pekabaran injil
3.      Ekonomi dunia dan perkembangan masyarakat
4.      Menuju keadilan dan perdamaian dalam perkara-perkara internasiaonal
5.      Ibadah
6.      Menuju gaya hidup baru
Proses konsilier adalah suatu progam yang diselenggarakan sejak 1985, untuk menggumuli bersama-sama masalah-masalah yang menyangkut justice, peace, and integrity of creation.
Bab 7 no 2
Konperensi di Lund di bawah pimpinan uskup agung Swedia, Brilioth. Menyadari bahwa selain factor-faktor teologis juga ada banyak factor non teologis yang memisahkan gereja. Disadari bahwa keesaan gereja tidak hanya perlu didiskusikan, tetapi juga perlu menjadi nyata dalam tindakan-tindakan ketaatan kepada perintah Kristus. Gereja-gereja dipanggil untuk bertindak bersama di semua hal, kecuali yang menyangkut perbedaan keyakinan yang dalam, yang memaksa mereka bertindak secara terpisah.
Di Montreal, pergaulan dengan teolog-teolog gereja Katolik Roma mendorong Faith and Order untuk berfikir tentang masalah-masalah eklesiologis yang memainkan peranan penting dalam ajaran gereja ini, seperti katolisitas gereja, jabatan, tradisi, dan sakramen. Di Lima tahun 1982, naskah perbaikan BEM diterima dalam bentuk definitive.
Proyek kedua yang dikerjakan oleh Faith and Order berhubung dengan BEM adalah merumuskan suatu pemahaman bersama mengenai iman rasuli. Proyek ketiga adalah mencari tata gereja atau struktur gerejani yang memungkinkan pengambilan keputusan bersama. Proyek BEM dapat dilihat sebagai usaha Faith and Order unuk mencapai keesaan gerejani yang kelihatan melalui proses saling mengakui dalam bidang jabatan dan sakramen.
Bab 8 no 1
Sejak 1867 gereja anglikan mengadakan konperensi-konperensi di istana uskup agung Canterbury di London, istana Lambeth untuk semua uskup anglikan dari seluruh dunia. Sejak 1948 dicari hubungan dengan gereja-gereja lain juga yang mempunyai keuskupan.
Perserikatan gereja-gereja reformed dan presbiterian, yang sejak 1954 bernama “perserikatan gereja-gereja reformed di seluruh dunia yang berpegang pada system presbiterial”. Kemudian berubah nama pada tahun 1970 menjadi World Alliance of reformed churches (WARC). Dengan tujuan melawan modernism di gereja-gereja reformed.
Pada tahun 1876 diadakan konperensi umum Methodist Episkopal Churches di Baltimore (USA), untuk mewujudkan kerjasama antara gereja-gereja metodis di Amerika.
Pada tahun 70-an ada gagasan untuk mengadakan konperensi gereja-gereja kongregasional diseluruh dunia dengan tujuan untuk mengumpulkan sumbangan kongregasionalis kepadaDGD dan gerakan oikumenis.
Tahun 1790, muncul juga gagasan untuk pertemuan-pertemuan gereje-gereja babtis, tetapi 1905 baru terlaksana di London.
Gereja-gereja Lutheran pada abad 19 telah mengadakan konperensi-konperensi bersama, tetapi baru pada 1923 pertemuan-pertemuan ini dilembagakan di Eisenach sebagai siding Lutheran sedunia. Tujuannya ialah memupuk kesadaran Lutheran.
Bab 9 no 4
Konperensi yang diadakan di Parapat, bulan maret 1957. Diputuskan untuk mendirikan suatu dewan dengan nama East Asia Christian Conference. Karena kesadaran bahwa oikumene di Asia tidak boleh menjadi sesuatu yang sempit, maka sejak konperensi Bangkok dibicarakan apakah Australia dan Selandia baru tidak perlu diikutsertakan. Konperensi parapet memutuskan demikian. Pada tahun 1959 bulan mei didirikanlah EACC Di Kuala Lumpur. Yang kemudian pada tahun 1973 nama EACC berubah menjadi Christian Conference of Asia (CCA).
Pada tahun 80-an, hubungan gereja-gereja Indonesia dengan CCA mengalami ketegangan yang disebababkan oleh perbedaan pendapat bagaimana gereja-gereja harus melibatkan diri di perjuangan politik. Gereja-gereja di Indonesia dikecam oleh gereja-gereja lain karena dianggap terlallu bersikap ikut-ikutan terhadap pemerintah.
Bab 10 no 4
Dorongan yang lebih langsung untuk gerakan oikumenis di Indonesia yang bermuara pada pembentukan DGI pada tahun 1950 datang dari konperensi IMC yang ketiga di Tambaran tahun 1938. Disana ada 9 orang Indonesia yang hadir dan mendengarkan Dr. Visser’t Hooft mengenai perkembangan pembentukan suatu dewan gereja-gereja sedunia yang sedang diusahakan. Itu menjadi dorongan untuk memikirkan kerjasama oikumenis di Indonesia yang lebih konkrit.
Pada 12 januari 1939 diadakan pertemuan di Batavia atas inisiatif GPI, GKJW, GKI Jabar, yang dihadiri juga oleh peserta-peserta tambaran da wakil-wakil organisasi pekabaran injil. Menjelang perang dunia kedua menunjukan bahwa peranan pekabaran injil, khusnya melalui Zendings Consulat dan IMC cukup penting dalam menempuh jalan yang berakhir pada pembentukan DGI. Sekaligus jelas bahwa  usaha-usaha untuk membentuk DGD turut berpengaruh, sebab member semangat untk mengusahakan suatu dewan yang sama di Indonesia.
Bab 11 no 4
Sikap lebih terbuka terhadap gereja-gereja lain di dorong oleh konstitusi dogmatis tentang gereja “lumen gentium” yang mendobrak pemahaman semula bahwa gereja harus disamakan dengan gereja yang dipimpin paus. Gereja adalah bangsa Allah yang sama seperti bangsa Israel pada zaman PL, sedang dalam perjalanan. Gereja adalah umat musafir. Orang-orang Kristen yang belum mempunyai hubungan dengan pengganti Petrus juga merupakan warga bangsa Allah, sehingga gereja Katolik Roma wajib memelihara hubungan persaudaraan dengan mereka.
Bab 12 no 3
Mereka harus diterima sebagai saudara dalam Kristus. Namun mereka tidak menikmati persekutuan penuh dengan gereja Katolik Roma. Secara implicit dikatakan bahwa ada persekutuan, walaupun tidak sempurna. Dekrit ini tetap melihat gereja Katolik Roma sebagai gereja yang sebenarnya, karena pusatnya adalah kursi Petrus, yang kepadanya Kristus mempercayakan semua alat keselamatan secara penuh.
Gereja-gereja yang bukan Katolik disini dan ditempat-tempat lain disebut “gereja-gereja dan persekutuan-persekutuan gerejani”. Gereja-gereja yang dimaksudkan khususnya adalah gereja-gereja ortodoks yang mempunyai hubungan langsung dengan gereja mula-mula dan memelihara melalui jabatan rasuli. Gereja-gereja yang tidak memelihara tradisi dan jabatan rasuli secara murni, terutama gereja-gereja hasil reformasi disebut persekutuan-persekutuan gerejani.
 Bab 13 no 1
Sejarah laporan BEM, sebenarnya mulai pada konperensi pertama Faith and Order di Lausanne tahun 1927. Pada konperensi Faith and Order di Montreal 1963 mulai disadari bahwa telah tiba saatnya untuk melangkah lebih jauh dan merumuskan laporan-laporan yang memperlihatkan persetujuan yang sedang timbul diantara gereja-gereja mengenai babtisan. Panitia Faith and Order menyetujui hal ini pada rapat di Bristol 1967. Dan kemudian konsep-konsep pertama mulai ditulis setelah itu. Konsep tentang perjamuan langsung ditulis sesudah Bristol dan diperluas dikemudian hari.
Konsep mengenai babtisan ditetapkan di jenewa (1970) dan diperbaiki (1974). Konsep mengenai jabatan ditentukan di Marseile (1972) dan diperbaiki di Accra (1974). Melalui rapat di Bangalore (1978) akhirnya BEM ditetapkan di Lima, Peru (2-16 januari 1982). Di Lima juga diambil keputusan mengenai liturgy yang disusun untuk kebaktian perjamuan kudus.
BEM tidak merupakan hasil kesepakatan yang sempurna mengenai baptisan, perjamuan dan jabatan, tetapi melaporkan tentang kesepakatan yang sedang tumbuh di percakapan-percakapan di dalam panitia Faith and Order sendiri dan diantara panitia ini dengan gereja-gereja. BEM adalah kesepakatan tentang arah ke mana kesepakatan yang sempurna harus dicari.